Monday, 4 May 2015

MANFA'AT SHOLAAT UNTUK KESEHATAN







Sholat merupakan kewajiban bagi umat muslim bahkan bisa lebih dari kewajiban, sholat sampai bisa di katakan kebutuhan bg umat muslim.
Sholat 5 waktu merupakan rukun islam yg ke2 di mana amal ini akan menyempurnakan ke islaman kita.
 Tetapi apakah kita pernah berfikir bila gerakan sholat ini mempunyai beribu bahkan berjuta” manfaat bagi kesehatan kita, bahkan gerakan shalat adalah gerakan paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Bahkan dari sisi medis, shalat adalah gudangnya obat dari berbagai macam penyakit
Melaksanakan sholat tidak cukup hanya sekedar dengan gerakan yang benar,alangkah baiknya bila kita melakukan ibadah ini seperti yang di contohkan oleh Rosulullah Muhammad S.A.W , jadi kita harus melakukannya dengan khusyuk dan tuma’ninah.
Firman Allah: ...Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar... (Al Ankabut 29:45) Sekiranya sholat seseorang itu masih belum dapat mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, nyatalah dia masih belum khusyuk dalam solatnya.
Rasulullah SAW bersabda “Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah.” Saat melakukan takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Berikut ini manfaat gerakan sholat bagi kesehatan tu buh:
TAKBIRATUL IHRAM.
Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah

Manfaat:
v  Gerakan ini melancarkan aliran darah,
v  getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan.
v  Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh.
v  Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas
RUKUK.
Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
Manfaat:
v  Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf.
v  Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah.
v  Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot – otot bahu hingga ke bawah.
v  Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.
I’TIDAL
Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.

v  Manfaat:
v  Itidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud.
v  Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik.
v  Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.

SUJUD
Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.

v  Manfaat:
v  Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak.
v  Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisamengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang.
v  Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa – gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir.
v  Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

DUDUK
Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy ( tahiyyat awal ) dan tawarruk ( tahiyyat akhir ). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.

Manfaat:

Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius.
Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan.
 Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra),
kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens.
Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi.

Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali.
Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjag  kelenturan
dan kekuatan organ-organ gerak kita.

Itulah sebagian manfaat duduk dalam sholat di pandang dari segi kesehatan.
Dan salah satu dari rangkaian shalat yang begitu indah, adalah duduk diantara dua sujud.
Dan pada aaat itulah semua untaian doa dirangkum. Seluruh kalimat yang diucapkan saat duduk antara dua sujud itu adalah doa, seluruhnya..

Itulah doa yang diajarkan oleh Tuhan Sang Pencipta kepada mahluk yang dicipta-Nya. Rangkuman semua permintaan seorang mahluk dalam segala problematika hidupnya

Robbighfirlii…Tuhan ampuni diriku

Warhamni… kasihanilah daku

Wajburni… dan segala dosa dan salahku

Warfa’ni… dan derajatku

Warzuqni.. dan rezekiku

Wahdinii.. dan petunjuk bagiku

Wa aafinii.. dan kesehatanku

Wa’fua’anni.. dan maafkanlah diriku

Untaian itu dimulai dengan permohonan ampun, sebagai ungkapan kerendahan diri di depan Sang Khalik.

Diakhiri dengan permintaan maaf, agar IA berkenan dengan segala tutur dan pinta.

Adalah penting agar kita dikasihi, disayangi dicintai. Dari sekian milyar mahluk bernama manusia yang telah dan akan diciptakan-Nya, maka sungguh pantas bila kita perlu memohon sejuk kasih-Nya.

Sumpah-Nya jelas bahwa tidak semua manusia akan menerima kasih sayang-Nya. Jelas bahwa kenikmatan dunia bukanlah fakta bahwa seseorang diberi limpahan kasihnya.

Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari padaKu: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.” (QS. As-Sajdah :13)


.

SALAM
Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
Manfaat:

v  Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala.
v  Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
v  BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dan dalam.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. Al-Baqarah : 186)



Arti kesehatan

Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rokhani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan.
Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai “perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Kalau sehat diartikan sebagai keadaan yang baik bagi segenap anggota badan, setidaknya mata yang sehat adalah mata yang tidak memakai kacamata. Tetapi mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
Dalam Undang-Undang ini yang pengertian kesehatan adalah:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat
Maka dari situlah saudaraku jangan pernah kita lalai melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang muslim.. Bukankah Tuhan kita Maha Pemurah Allah menyuruh kita melaksanakan sholat 5 waktu agar kita lebih dekat pada Nya,ki pun dapat pahala darinya,kesehatan untuk diri kita juga kita dapat.

Demikian artikel dari kami atas kurang lebihnya kami mohon ma’af
WASSALLAMM’ALLAIKUM WR.WB

Saturday, 2 May 2015

PONDOK PESANTREN AL-ISTIQLALIYAH

PONDOK PESANTREN AL-ISTIQLALIYAH

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


“Kualitas Seseorang Terletak pada Sejauh Mana KedekatanHubungannya dengan Sang Pencipta 
Menurut sebuah penelitian tentang pesantren dijelaskan bahwa pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru, dengan latar belakang euforia politik sebagai cara untuk mengisi kemerdekaan, pesantren mengambil peran pada posisi netral dari gesekan-gesekan kepentingan politik yang semakin kencang dalam pergulatan bangsa Indonesia yang baru merdeka. Sikap ini kemudian dipertegas dengan mengambil posisi sebagai perlawanan atau “bukan bagian dari pemerintah”.
Pesantren sebagai wadah persatuan umat harus netral dan bersih dari unsur politik dalam rangka menjaga legitimasi moral pesantren sebagai agen dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur keagamaan kepada masyarakat. KH. Dimiyati yang dikenal sebagai sosok kiai yang mandiri dalam mengembangkan pesantren, beliau tidak mau menerima bantuan dari instansi ataupun pihak pemerintah, mengedepankan peran serta masyarakat secara individu adalah juga bentuk pembinaan mental bagi masyarakat. Sosok kharismatiknya sangat disegani selain kapasitas keilmuannya yang tidak diragukan lagi.



Penolakan terhadap bantuan yang memang disediakan pada instansi pemerintah, maupun penolakan terhadapsimbol-simbol pendidikan formal lainnya, seperti ijazah juga merupakan gambaran ketulusan KH. Dimiyati sebagai pengabdian kepada Allah Swt. Bagi beliausimbol pendidikan formal ini merupakan bagian dari proses pendidikan itu sendiri, bukan sebagai tujuan akhirnya. Sebagai sebuah proses, pendidikan itu bersifat berkelanjutan tidak pernah berakhir sampai manusia itu meninggal dunia. Dengan demikian, tidak perlu ada “simbol-simbol” yang mencerminkan bahwa mereka telah melewati proses tersebut. Beliau meyakini bahwa kualitas seseorang terletak pada sejauh mana kedekatan hubungannya dengan Sang Penciptanya, dan bukan pada “simbol-simbol” yang dimilikinya. Lebih lanjut lagi bahwa proses belajar-mengajar yang “benar” adalah jika didasarkan atas prinsip “lillahi ta’ala”.
Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah, berdiri sejak tahun 1957, didirikan oleh seorang ulama besar di wilayah kabupaten Tangerang. KH. Dimiyati (almarhum) merupakan seorang ulama yang memiliki komitmen kuat dalam menjaga tradisi kepesantrenan yang saat ini juga dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Uci Turtusi sejak sepeninggalnya di awal tahun 2001. Pada saat Tim Tabloid Pondok Pesantren berkunjung ke komplek Pesantren Al-Istiqlaliyah, tidak ada kesan istimewa dari pesantren ini, sama halnya dengan kebanyakan pesantren di tempat lainnya. Menurut salah satu pengurus pesantren yang kami temui, KH. Tohari (beliau adalah salah satu putra KH. Dimiyati), pesantren salafiyah menjauhi popularitas. Bahkan menurut beliau, “kalau perlu nama pesantrennya juga nggak usah, yang penting pelaksanaan pengajaran ilmu-ilmu keislaman dijalankan sebaik-baiknya”, karena pesantren merupakan wadah penyebaran agama Islam bagi masyarakat, dan sekaligus panutan akan sikap keberagamaan bagi masyarakat sekitar. Menjaga tradisi keislaman dengan corak sikap tasawwuf yang kental adalah keunikan tersendiri di kalangan pesantren salafiyah.
Kampung Cilongok, desa Sukamantri, kecamatan Pasar Kemis, berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 ha saat ini di lingkungan komplek pesantren terdapat tiga buah masjid dan satu buah lagi di luar lokasi pesantren. Cukup unik karena tidak seperti kebanyakan pesantren yang hanya memiliki satu masjid. Karena di pesantren ini pada tiap hari ahad ba’da subuh selalu dilaksanakan majelis akbar bagi masyarakat luas yang langsung dipimpin oleh Abah Uci ­(begitu KH. Uci Turtusi akrab dipanggil). Tradisi ini telah berlangsung lama sejak masa kepemimpinan KH. Dimiyati. Jumlah jamaah yang mengikuti pengajian inipun sangat banyak, tidak kurangnya dari 5.000 orang datang dari sekitar wilayah Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan juga Jakarta.
Pada majelis akbar tersebut, materi yang diberikan lebih mengarah kepada bimbingan kerohanian, etika keagamaan dan nasehat-nasehat yang menenangkan bagi masyarakat. Hal ini menjadi kebutuhan spiritual bagi masyarakat luas terutama di wilayah Tangerang. Tidak hanya sekedar untuk mengaji, kehadiran masyarakat pada saat majelis akbar tersebut juga tidak lepas dari kebesaran sosok Abah Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenal memiliki kedalaman ilmu agama dan keberkahan sebagai seorang ulama, tidak jarang seusai pengajian para tamu yang hadir meminta keberkahan untuk dido’akan dan menyampaikan persoalan-persoalan mereka untuk diberi bimbingan dan jalan keluar oleh Abah Uci.
Berada di tengah-tengah masyarakat modern dengan lanscape kota industri, tidak menggoyahkan prinsip pesantren ini dalam menjaga tradisi salafiyah. Kesan tradisional Pesantren Al-Istiqlaliyah tampak jelas dalam manajerial pondok yang masih mempertahankan sistem kekeluargaan. Pengelolaan pesantren dilakukan oleh keluarga besar almarhum KH. Dimiyati dengan amanah kepemimpinan yang dipegang langsung oleh Abah Uci (dibantu juga oleh keluarga). Tak ada sistem penerimaan santri, dalam artian penerimaan santri terbuka untuk semua kalangan usia dari mulai anak-anak hingga dewasa. Administrasipun tidak dibebankan kepada para santri yang menuntut ilmu di pesantren ini, mereka hanya diminta iuran listrik Rp. 5.000,- per-bulan. Sementara dalam pembalajaranpun tidak ada penjenjangan, para santri dibebaskan untuk mengikuti pengajian kitab-kitab kuning yang diajarkan oleh kiai dan asatidz di pesantren ini.



Sarana dan kegiatan santri
Saat ini, dengan jumlah ± 400 santri, Pesantren Al-Istiqlaliyah secara mandiri telah membangun sarana dan prasarana penunjang bagi keberlangsungan pendidikan di pesantren. Asrama santri dalam bentuk kobong-kobong dan dikepalai oleh seorang lurah pada setiap lokalnya telah banyak didirikan memenuhi areal komplek pesantren, serta aula untuk pelaksanaan pengajian harian yang dilaksanakan ba’da subuh dan ba’da ashar hingga larut malam. Untuk keperluan memasak disediakan dapur umum di masing-masing lokal asrama santri.
Seperti pada pesantren-pesantren kebanyakan, kegiatan bagi santri di Pesantren Al-Istiqlaliyah juga dimulai sejak subuh dengan sholat berjamaah. Sehabis jamaah subuh dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning di majelis hingga menjelang pukul 07.00. Selanjutnya para santri memasak untuk sarapan pagi. Pada pukul 08.00, kegiatan pengajian dilanjutkan sampai pukul 10.00. setelah itu, santri diberikan waktu untuk beristirahat di kobong dan pekarangan pesantren. Pada pukul 14.00 pengajian dilanjutkan kembali sampai masuk waktu ashar dan berjamaah. Setelah ashar pengajian disambung kembali sampai pukul 17.30. Setelah maghrib, giliran pengajian al-Qur’an dilaksanakan. Kemudian setelah isya’, para santri belajar kembali selama 90 menit sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Kegiatan mereka begitu padat dan berlangsung secara terus-menerus selama satu minggu, kecuali pada hari ahad pagi, karena waktunya digunakan untuk pelaksanaan majelis akbar yang diikuti oleh masyarakat luas.
Kurikulum pendidikan yang ada di pesantren salafiyah ini tidak mengikat dan bukan dalam bentuk materi pelajaran, melainkan didasarkan pada kajian kitab kuning (kutub at-turots) serta dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu bahasa (nahwu shorof), fiqh, akhlaq, tasawwuf, tafsir, hadits dan ulumul Qur’an dengan kitab kitab seperti Shahih Muslim, Dzam’ul Jawami, Jauharul Maknun, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Alfiyah, Tafsir Jalalain, dan lain sebagainya, semuanya disampaikan dalam metode pengajaran sorogan.
Hingga saat ini, di tengah arus perubahan masyarakat sebagai dampak modernisasi dan globalisasi, keberadaan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah di tengah masyarakat semakin kuat pengaruhnya. Hal ini bisa terjadi karena konsistensi yang diterapkan para pengelola pesantren untuk tetap berada pada jalur pelayanan bimbingan keagamaan bagi masyarakat tanpa berkecimpung pada hingar-bingar dunia politik yang semu. Dengan demikian, bermodalkan kemandirian dan keikhlasan dalam menjalankan fungsi pencerahannya, Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah bisa terus berkiprah sebagai benteng moralitas masyarakat dari pengaruh modernisasi dan globalisasi.



Bagi masyarakat Tangerang dan sekitarnya, keberadaan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pesantren Cilongok sudah tidak asing lagi. Setiap hari ahad pagi, ribuan orang dari berbagai wilayah Tangerang dan sekitarnya memadati komplek pesantren untuk mendengarkan siraman rohani dan pengajian kitab yang disampaikan oleh pimpinan pesantren, Abah Uci. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan antusiasme masyarakat semakin hari semakin besar untuk menghadiri kegiatan majelis ini, di samping pada saat pelaksanaan hari-hari besar Islam juga demikian. Kegiatan ini selain diisi dengan siraman rohani dan ceramah keagamaan juga menjadi semacam wadah silaturrahmi antar masyarakat dari berbagai kalangan di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Peran pesantren dalam memberikan pembinaan mental spiritual sangat terlihat dalam hal ini, dan inilah yang dipertahankan oleh kalangan pesantren salafiyah, sebagai komunitas keagamaan yang menjadi panutan masyarakat yang bersih dari unsur kepentingan politik kelompok ataupun kekuasaan. [HI]
Pemutakhiran Terakhir

Sejarah Singkat Imam Bukhari

Sejarah Singkat Imam Bukhari

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari
Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta’bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.”
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.”
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami’ as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab “Al-Jami ‘as-Shahih”.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. “Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih”, katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Terjadinya Fitnah
Muhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: “Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.” Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah makhluk”.
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli : “Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia.” Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur’an, makhluk ataukah bukan?” Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: “Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid’ah.” Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah.” Di lain kesempatan, ia berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.

Hadits 47: Keutamaan Melayat dan Shalat Jenazah

Hadits 47: Keutamaan Melayat dan Shalat Jenazah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-47 dalam Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).

Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب اتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ مِنَ الإِيمَانِ (Melayat jenazah adalah sebagian dari iman). 

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-47:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa melayat jenazah muslim karena iman dan ikhlas, ia menyertainya hingga shalat jenazah dan menyelenggarakan pemakamannya, maka dia membawa pahala dua qirath, satu qirath semisal bukit uhud. Dan barangsiapa ikut shalat jenazah kemudian pulang sebelum jenazah itu dimakamkan, maka ia membawa pulang pahala satu qirath.

Penjelasan Hadits


مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
Barangsiapa melayat jenazah muslim karena iman dan ikhlas
Inilah syarat diterimanya semua amal. Inilah syarat yang menjadikan sebuah amal bisa memperoleh keutamaan atau fadhilah. Bahwa amal itu harus ikhlas, dilandasi iman, lillah. Termasuk, dalam bab melayat jenazah.

Seperti dibahas pada hadits-hadits sebelumnya, ihtisaban makna awalnya adalah mengharap perhitungan (pahala). Maksudnya sama dengan ikhlas. Dan karenanya jika ada orang mengerjakan amal karena ingin mendapatkan pahala dari Allah, itu berarti ikhlas. Tidak seperti yang dikatakan sebagian sufi bahwa siapa yang mengerjakan amal dengan masih berharap pahala/balasan berarti ia belum ikhlas.

Di sini pula korelasi antara iman dan amal. Bahwa iman itu tidak cukup dengan keyakinan hati tetapi harus diikuti dengan amal. Sebaliknya, amal saja tanpa diikuti dengan keyakikan hati tidak akan bernilai di sisi Allah. Sehingga Imam Bukhari mengatakan, melayat jenazah adalah bagian dari iman. Artinya, jika seorang muslim selalu mengerjakan amal ini (melayat jenazah), imannya pada bagian ini sempurna. Tetapi jika ia tidak pernah melayat jenazah tanpa udzur syar'i maka imannya berkurang.


وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا
ia menyertainya hingga shalat jenazah dan menyelenggarakan pemakamannya,

Seperti dijelaskan dalam hadits mengenai hak muslim, salah satunya haknya adalah diiringi jenazahnya ketika ia meninggal. Mengiringi jenazah artinya mengantarkannya sampai dimakamkan, termasuk menshalatinya sebelum dimakamkan. Shalat jenazah merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga secara umum seseorang yang mengiringi jenazah dan menshalatinya akan mendapatkan pahala fardhu kifayah tersebut. Berapa besarnya? Kalimat Rasulullah berikutnya akan menjelaskan kepada kita.


فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ
maka dia membawa pahala dua qirath, satu qirath semisal bukit uhud
Inilah pahala melayat jenazah, menshalati dan memakamkannya. Jika ketiganya dilakukan oleh seorang muslim, maka muslim tersebut mendapatkan pahala dua qirath, semisal dua bukit uhud.


وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
Dan barangsiapa ikut shalat jenazah kemudian pulang sebelum jenazah itu dimakamkan, maka ia membawa pulang pahala satu qirath
Adakalanya seorang muslim hanya sempat melayat dan ikut shalat jenazah tetapi tidak bisa mengantarkannya ke pemakaman. Untuk golongan yang seperti ini, dia mendapatkan pahala satu qirath, yaitu semisal satu bukit Uhud.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Melayat jenazah (sebagaimana amal yang lain seperti shalat, puasa dan jihad) adalah sebagian dari iman
2. Ikhlas adalah syarat diterimanya segala amal dan syarat mendapatkan keutamaan amal tersebut
3. Mengiringi jenazah (termasuk menshalatinya) adalah hak muslim ketika ia meninggal yang harus ditunaikan juga termasuk fardhu kifayah
4. Keutamaan melayat jenazah, menshalati dan ikut memakamkannya adalah mendapatkan pahala dua qirath (seperti dua bukit Uhud)
5. Jika hanya melayat dan menshalati jenazah tanpa ikut memakamkannya, pahalanya sebesar satu qirath (seperti satu bukit Uhud)

Demikian hadits ke-47 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita dimudahkan Allah untuk senantiasa menjaga iman dengan memperbanyak amal dan menunaikan hak-hak saudara kita, termasuk melayat dan shalat jenazah ketika saudara kita meninggal. Wallaahu a'lam bish shawab.

Hadits 46: Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung

Hadits 46: Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Alhamdulillah, kita kembali bertemu dalam rubrik Hadits yang kini memasuki pembahasan hadits ke-46 dari Shahih Bukhari, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Imam Bukhari memberikan judul untuk hadits ini "Bab Zakat adalah Sebagian dari Islam" karena kewajiban yang lain (puasa dan zakat) yang disebut pada hadits ini sudah dibahas pula pada hadits-hadits sebelumnya.

Di bagian akhir matan hadits ini ada jaminan dari Rasulullah bagi orang yang mengerjakan kewajiban tanpa menguranginya sebagai orang yang beruntug, maka pembahasan hadits ke-46 ini diberi judul "Mengerjakan yang Wajib itu Beruntung, Menambah dengan yang Sunnah Lebih Beruntung" 

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-46:


عَنْ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ ، يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - - صلى الله عليه وسلم - خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa seorang laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kepala penuh debu. Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti apa yang ia ucapkan, hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia menanyakan tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Shalat lima waktu dalam sehari semalam." Kemudian ia bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun menjawab, "Tidak. Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah." Kemudian Rasulullah meneruskan ucapannya, “Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau mau berpuasa sunnah.” Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan zakat.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah pun menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.” Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, tidak akan kutambah dan kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti beruntung jika ia benar-benar menepati perkataannya.”

Penjelasan Hadits


جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ 
seorang laki-laki Najd datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kepala penuh debu

Laki-laki dari Najd tersebut, menurut Ibnu Bathal dan lainnya adalah Dhammam bin Tsa’labah, seorang utusan Bani Sa’ad bin Bakar. Mereka berpendapat berdasarkan hadits senada yang diriwayatkan Muslim. Namun, Imam Qurthubi menolak pendapat itu dengan alasan haditsnya berbeda.

Tsa’irar ra’si (dengan kepala penuh debu), artinya adalah rambutnya kusut, tidak teratur dan berdebu, menandakan dari perjalanan jauh.


يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ 
Kami mendengar suaranya tetapi tidak mengerti apa yang ia ucapkan

Dawiyun , menurut Al Khatabi, adalah suara yan keras dan diulang-ulang, tetapi tidak dapat dipahami karena berasal dari tempat yang jauh.


حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ 
hingga ia mendekat kepada Rasulullah. Kemudian dia menanyakan tentang Islam

Orang tersebut bertanya tentang Islam, maksudnya adalah syariat Islam yang fi’liyah; syari’at fi’liyah (ajaran Islam yang bersifat perbuatan). Karenanya Rasulullah tidak menyebutkan syahadat. Sedangkan haji tidak disebutkan, bisa dimungkinkan dua hal. Pertama, pada saat itu haji belum disyariatkan. Kedua, hadits tersebut diringkas oleh perawi. Kemungkinan kedua dikuatkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani karena ada hadits lain yang juga dikeluarkan Imam Bukhari (bab Shiyam) menyebutkan amal-amal lainnya.


خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
"Shalat lima waktu dalam sehari semalam." Kemudian ia bertanya, "Apakah ada lagi selain itu?" Rasulullah pun menjawab, "Tidak. Kecuali jika engkau suka mengerjakan shalat sunnah."

Rasulullah menyebutkan kewajiban shalat lima waktu, yaitu Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Subuh. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin shalat sunnah selain shalat fardlu tersebut, maka shalat sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya. 


وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ 
“Dan puasa Ramadhan.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau mau berpuasa sunnah.”

Rasulullah menyebutkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin puasa sunnah selain puasaa Ramadhan, maka puasa sunnah itu menjadi tambahan pahala baginya. 


الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Kemudian Rasulullah menyebutkan, “Dan zakat.” Orang tersebut bertanya lagi, “Adakah selain itu?” Rasulullah pun menjawab, “Tidak, kecuali engkau suka berbuat sunnah.”

Rasulullah menyebutkan kewajiban zakat, yang tentu saja telah mencapai nishab dan haul. Namun orang tersebut ingin memastikan apakah hanya itu. Rasulullah pun kemudian memberitahukan, jika ingin berinfaq sunnah, maka infaq sunnah/sedekah itu menjadi tambahan pahala baginya. 


فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, tidak akan kutambah dan kukurangi apa yang engkau sebutkan itu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia pasti beruntung jika ia benar-benar menepati perkataannya.”

Orang itupun pergi dengan bersumpah bahwa ia hanya akan mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut, tanpa menambah dan menguranginya.

Meskipun orang tersebut tidak mengerjakan amal-amal sunnah yang menjadi tambahan baginya, melaksanakan yang wajib tanpa menguranginya akan membuat dia beruntung. Sebaliknya, jika ia tidak menepati apa yang ia lakukan, dalam arti mengurangi kewajban-kewajiban tersebut, maka ia akan merugi. Imam Nawawi menjelaskan, jika dengan memenuhi/mengerjakan yang wajib saja seseorang akan beruntung. Maka bagi seseorang yang memenuhi kewajiba serta menjalankan yang sunnah, niscaya ia akan lebih beruntung.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Rasulullah senantiasa memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk belajar dan mempersilakan mereka untuk bertanya;
2. Diantara syariat fi’liyah yang wajib adalah shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan zakat. 
3. Ibadah wajib harus dikerjakan 
4. Ibadah sunnah –seperti shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah- merupakan tambahan pahala bagi yang mengerjakannya
5. Orang yang telah mengerjakan hal yang wajib tanpa menguranginya adalah orang yang beruntung. Sedangkan orang yang mengerjakan hal yang wajib tanpa pengurangan, malah ditambah dengan hal yang sunnah adalah oran yang lebih beruntung lagi. 

Demikian hadits ke-46 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah SWT untuk senantiasa menjalankan yang wajib dan mengerjakan yang sunnah. Wallaahu a'lam bish shawab.